DANDANAN rapi dibubuhi perhiasan serbamahal yang melekat di badan para tersangka ataupun terdakwa korupsi sudah menjadi pemandangan biasa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dengan penuh percaya diri, para tersangka dan terdakwa menghadiri pemeriksaan di KPK ataupun persidangan di pengadilan tipikor. Mereka seakan tidak memiliki beban dalam menghadapi kasus korupsi yang ada di depan mata.
Para tersangka dan terdakwa korupsi umumnya ialah pejabat negara di sejumlah instansi pemerintahan pusat ataupun daerah, mantan politikus, anak pejabat, serta pengusaha swasta yang sering bermain proyek miliaran rupiah.
Suatu ketika dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan terdakwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Wali Kota nonaktif Palembang Romi Herton dengan santainya mengisap rokok di ruang tunggu pengadilan. Ia ditemani istrinya, Masyito, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama, beserta kerabat dan pendukungnya yang sengaja datang dari Palembang untuk menyaksikan persidangan keduanya.
Selama di ruang tunggu, Romi kerap bernyanyi diiringi musik MP3. Menurut Romi, lagu yang diputar itu merupakan ciptaannya selama ditahan.
Pendukung serta kerabat Romi dan Masyito selalu memadati ruangan persidangan pengadilan tipikor jika keduanya disidang. Mental pejabat Romi dan Masyito masih melekat meskipun mereka telah menjadi terdakwa kasus suap.
Romi dengan batik sutra yang dikenakannya selalu membawa tas selempang warna hitam bermerek Luis Vuitton, berisi berkas tuntutan ataupun dakwaan. Begitu pun dengan Masyito. Ia tetap bergaya hidup layaknya wanita sosialita. Tas bermerek Hermes buatan Prancis menjadi penghias lengannya saat ia datang ke pengadilan.
Tak hanya Romi dan Masyito, terdakwa kasus korupsi pembelian pesawat ATR 42-500 dari Phoenix Aircraft Leasing Pte Ltd Singapura senilai Rp80 miliar, yakni mantan Dirut Bank DKI Winny Erwindia, pun setali tiga uang. Winny kerap menghadiri persidangan dengan pakaian serbawah meski usianya sudah 60 tahun.
Perhiasan anting berlian warna hijau tertempel di kedua telinga Winny dan ia selalu mengenakan sepatu hak tinggi selama mengikuti persidangan. Sesekali, seusai persidangan, Winny selalu menenteng telepon seluler dan berkomunikasi melalui telepon. Entah dari mana ia mendapatkan telepon itu. Namun yang jelas, tahanan mestinya tidak boleh membawa telepon. Namun, Winny justru leluasa menggunakan telepon di hadapan petugas tahanan yang mengantarnya ke pengadilan.
Tak hanya Winny, Riefan Avrian, terdakwa kasus korupsi pengadaan videotron di Kemeterian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pun, berperilaku serupa. Ia datang ke pengadilan dengan rambut klimis memakai gel, mengenakan kacamata hitam, berbatik sutra, dan jemarinya dihiasi cincin batu akik. Riefan pun sering menggunakan telepon seluler seusai persidangan. Namun, ia lebih banyak menggunakannya saat berada di musala pengadilan.
Pemandangan serupa juga diperlihatkan para tersangka dan tahanan di KPK. Gubernur nonaktif Banten Ratu Atut Chosiyah, misalnya, setiap kali memenuhi panggilan KPK selalu berpenampilan mencolok. Pada Jumat (27/12/2014), saat diperiksa sebagai tersangka, Atut tiba di KPK dengan mengenakan batik bermotif bunga warna merah, dipadu jilbab hitam, celana hitam mengilap, serta sepatu pantofel hitam.
Selain itu, ia memakai aksesori seperti jam tangan yang berhias manik-manik di tangan kanannya dan gelang emas motif rantai di tangan kiri, berpadu dengan cincin bermata berlian.
Meskipun Atut tetap menggunakan rompi oranye bertuliskan 'Tahanan KPK', penampilannya bak orang merdeka. Atut yang kini telah berstatus terpidana kasus suap pemilihan Bupati Lebak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 16 Desember 2013.
Angelina Sondakh, terpidana kasus Wisma Atlet, juga memperlihatkan hal serupa. Pada Kamis (11/12/2014), ia datang ke KPK bak selebritas.
Mantan Miss Indonesia itu mengenakan kemeja putih lengan panjang, rok seukuran lutut berwarna hitam, dan tak lupa tas jinjing bermerek impor.
Terpidana 12 tahun penjara itu juga memperlihatkan langkah elegan meski turun dari mobil tahanan KPK. Ia menabur senyum dan melambaikan tangan kepada insan pers. Pada kedua jari tangannya terpatri cincin emas bermotif bunga, dan yang paling menarik ialah rambut yang berkilau seperti baru usai dari salon kelas atas. Tahanan KPK Hidup di ruang tahanan tidak menghentikan kenyaman dan kelayakan menjalani hari bagi setiap tahanan KPK. Pasalnya, setiap tahanan menempati rutan kelas wahid, baik di Rutan Cipinang, Rutan Guntur, maupun Rutan KPK.
Menurut penuturan staf Biro Humas KPK Ipi Maryati Kuding, KPK miliki tiga tempat untuk menahan tersangka korupsi. Rutan KPK, misalnya, memiliki lima ruangan. Salah satu yang menempati rutan itu ialah Anas Urbaningrum.
Di Rutan KPK yang terletak di basement Gedung KPK itu, setiap kamar menyediakan dua ranjang dari kayu setinggi 35 cm dan panjang 170 cm. Setiap ranjang dilengkapi satu bantal. Lalu, ada lemari kecil setinggi 1 meter. Tidak ada air conditioner, hanya exhaust fan agar sirkulasi udara teratur. Kamar mandi berada di luar kamar.
Selain tempat tidur dan lemari, ada televisi di ruangan bersama tahanan. Di tempat itu tahanan bisa duduk bersantai dan menonton televisi. "Ruangan televisi itu di samping kamar tahanan dan bersebelahan dengan ruang jenguk," jelas Ipi.
Ia menjelaskan Rutan KPK berbeda dengan rutan lainnya. Ruang besuk KPK lebih ketat dan tidak bisa kontak fisik secara langsung dengan tahanan. Mereka bertatap muka di ruangan khusus yang dipisahkan dengan dinding kaca dan berkomunikasi menggunakan telepon yang terdapat di ruangan itu.
KPK sejauh ini belum berencana menyamakan tersangka kasus korupsi di KPK dengan tersangka kasus pidana umum yang ditangani kepolisian. Namun, KPK merasa memberikan rompi bertuliskan 'Tahanan KPK' dengan warna oranye sudah cukup.
"KPK belum memiliki rencana menambah seragam (juga memborgol) tersangka korupsi. Namun, saat ini sudah dinilai cukup dengan menyematkan rompi tersebut," jelas Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi.
Ia menjelaskan perlakuan terhadap tersangka dan tahanan KPK sejauh ini sudah berdasarkan permintaan masyarakat. Sebelumnya, tahanan tidak mengenakan seragam apa pun. Sejak era Ketua KPK Antasari Azhar, para tahanan mengenakan rompi oranye.
"Dengan rompi yang awalnya warna putih, kita tingkatkan dengan menyamakan warna oranye seperti tersangka atau tahanan pidana umum," jelas Johan.
Sementara itu, fasilitas Rutan KPK lebih dibatasi ketimbang rutan pidana umum, dengan pengamanan ekstra ketat. "Untuk fasilitas tahanan, saya rasa sudah hampir sama dengan tahanan pidana umum, bahkan ekstra ketat seperti tidak bisa berkomunikasi langsung dengan penjenguk."