Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Jalak Suren Kurangi Pengangguran

MI/DJOKO SARDJONO
01/4/2015 00:00
Jalak Suren Kurangi Pengangguran
(MI/DJOKO SARDJONO)
KICAU burung jalak suren (Sturnus contra) itu terdengar nyaring dan bersahutan. Ocehannya semakin ribut dan keras jika didekati orang tidak dikenal.

Itulah suasana keseharian di Ngabetan, daerah sentra penangkar burung jalak suren di Klaten, Jawa Tengah.

Wilayah Ngabetan, sebuah dusun di Desa Sekarbolo, Kecamatan Wedi, berjarak 5 kilometer dari Kota Klaten. Dusun berpenduduk sekitar 150 keluarga itu dikenal sebagai sentra penangkar burung jalak suren.

Awalnya daerah Ngabetan cukup sepi. Sebelum gempa mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 2006, hanya ada beberapa orang yang beternak burung jalak suren. Warga lainnya memilih bekerja di sawah. Banyak pula warga yang menjadi pengangguran.

Namun, seiring dengan perjalanan waktu, prospek usaha budi daya ternak burung pengicau itu cukup cerah dan menjanjikan.

Tidak mengherankan jika semakin banyak warga yang ikut menangkar burung. Saat ini sekitar 90% warga Dusun Ngabetan telah menekuni profesi sebagai penangkar burung jalak suren.

Sebelum terjadi gempa pada 2006, harga jalak suren cukup mahal. Anakan baru pecah telur (abangan) saja laku Rp2.700 per pasang. Namun sekarang harga jualnya turun. Penurunan harga yang cukup signifikan tersebut dipicu menjamurnya penangkar burung di wilayah Ngabetan.

Meski demikian, bisnis tersebut masih menguntungkan. Perekonomian warga semakin maju. Rumah-rumah penangkar mulai dipugar menjadi lebih baik dan layak.

Wahyu Wijayanto, penangkar jalak suren, mengatakan usaha budi daya ternak burung itu mampu memecahkan masalah pengangguran di Ngabetan.

Dia menyebutkan para ibu rumah tangga dan anak-anak muda pun tergerak untuk menekuni sektor budi daya jalak suren ini meski hanya be-kerja sebagai pemberi makan (ngloloh) anakan burung.

Kemajuan yang dicapai warga Ngabetan itu akhirnya mengantarkan mereka membentuk Koperasi Lestari Burung Indonesia (Kolibri) pada 2012.

Ketua Kolibri, Widodo, memaparkan bahwa koperasi tersebut sebagai wadah komunikasi dan pembinaan profesi anggota untuk menghadapi persaingan pasar.

Saat ini, sepasang anakan abangan dijual dengan harga Rp300 ribu, umur 12 hari Rp480 ribu, dan umur 22 hari atau bisa makan sendiri mencapai Rp700 ribu.

Adapun harga sepasang jalak Suren siap bertelur Rp1.750.000 dan indukan muda umur 1-3 tahun Rp2,5 juta.

Usaha penangkaran tersebut terus berkembang untuk burung jenis lainnya, seperti jalak bali, jalak putih, murai, dan cucak rowo, dengan harga rata-rata di atas Rp1 juta. (N-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya